Sabtu, 25 Juni 2011

SASARAN DALAM KONSERVASI


SASARAN DALAM KONSERVASI


Sasaran dalam konservasi adalah :

- mengembalikan wajah dari obyek pelestarian,

- memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini,

- mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian,

- menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi

Buat sebuah kajian/tulisan mengenai sasaran tersebut dengan studi kasus bangunan lama atau sebuah kawasan kota lama?

Studi Kasus :

Monumen Nasional





Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.[1][2][3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.

Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.[4][5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.

Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.[6] Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato[7] sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
KONSERVASI ARSITEKTUR

Pengertian Konservasi

“Konservasi” berasal dari kata “Conservation” yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian “upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use)”.

Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Konservasi dalam pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resources (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana). Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).


Di Asia Timur, konservasi sumberdaya alam hayati (KSDAH) dimulai saat Raja Asoka (252 SM) memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan dan hutan. Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumberdaya alam milik kerajaan. Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk konservasi sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumberdaya alam hayati atas dasar adanya data yang akurat. Namun dari sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa bahkan sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.

Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati (KSDAH) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya.
Sedangkan strategi konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)
a. Penetapan wilayah PSPK.
b. Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.
c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.
d. Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.
e. Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
a. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
b. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).
3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran, budidaya).


KONSERVASI LINGKUNGAN

Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang bermakna “pelestarian atau perlindungan”.

Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah:

Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.

Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (fisik)

Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.

Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

Konflik Kepentingan

Dalam suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan, biasanya konflik kepentingan konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Oleh karena habitat hidupnya satwa menjadi menciut dan kesulitan mencari sumber makanan, akhirnya satwa tersebut ke luar dari habitatnya dan menyerang manusia.

Konflik kepentingan konservasi muncul karena:
1. Penciutan lahan & kekurangan SDA (Sumber Daya Alam)
2. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkat dan permintaan pada SDA meningkat (sebagai contoh, penduduk Amerika butuh 11 Ha lahan per orang, jika secara alami)
3. SDA diekstrak berlebihan (over exploitation) menggeser keseimbangan alami.
Kemudian, konflik semakin parah jika :
1. SDA berhadapan dengan batas batas politik (mis: daerah resapan dikonversi utk HTI, HPH (kepentingan politik ekonomi)
2. Pemerintah dengan kebijakan tata ruang (program janka panjang) yang tidak berpihak pada prinsip pelestarian SDA dan lingkungan

Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
 Karakteristik atau keunikan ekosistem (rain forest, dataran rendah, fauna pulau endemic, ekosistem pegunungan)
 Species khusus yang diminati, nilai, kelangkaan, atau terancam (badak, burung)
 Tempat yang memiliki keanekaragaman species
 Landscape atau ciri geofisik yang bernilai estetik, scientik
 Fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air, dan iklim global
 Fasilitas rekreasi alam, wisata, misalnya danau, pantai, satwa liar yang menarik


KONSERVASI ARSITEKTUR

Conservation mean all the process of looking after place so as to retain its cultural significant. It includes maintenance and may acording to circumstance include preservation, restoration, recontruction and adaptation, and will be commonly a combination of more than one these

( The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance, 1981)


Konservasi

Sebagai Konsep:

Proses Pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang terkandung terpelihara dengan baik.

Meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai kondisi dan situasi lokal

Konservasi Kawasan atau sub bagian kota, mencakup suatu upaya pencegahan perubahan sosial, dan bukan secara fisik saja





Konservasi

Dari Aspek Proses Disain perkotaan :

Konservasi harus meproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya


PRESERVASI

Preservation shall maintain the existing form, integrity and materials of building structure or site. Substantial reconstruction or restoration of lost features generally are not included in a preservation undertaking. Preservation shall include techniques of arresting or retarding the deterioration of property through program of ongoing maintenance (Standard for Historic Preservation Project, Donald Lesley; 1980)

The Architectural heritage is no longer looked upon simply as a set of monument of aesthetic value, but as the exporesion of the cultural social and economic interest of the community which produce it and imbued it with life’ (Patrick Nottgens dalam bukunya ‘Conservation from Continual Change to Changing Continuity’, vol. 61; 1975)


SASARAN KONSERVASI

1) Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian
2) Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini
3) Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian
4) Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi

Lingkup Kegiatan

Kategori obyek pelestarian :
1. Lingkungan Alami (Natural Area)
2. Kota dan Desa (Town and Village)
3. Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
4. Kawasan (Districts)
5. Wajah Jalan (Street-scapes)
6. Bangunan (Buildings)
7. Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
Manfaat Pelestarian

1) Memperkaya pengalaman visual
2) Memberi suasana permanen yang menyegarkan
3) Memberi kemanan psikologis
4) Mewariskan arsitektur
5) Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional


Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran

Internal :
1) Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi
2) Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
3) Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan


Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran

Eksternal :
1) Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
2) Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
3) Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
4) Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.
PERAN ARSITEK DALAM PELESTARIAN DAN PEMUGARAN

Internal :

- Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi

- Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse

- Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan

Eksternal :

- Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.

- Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)

- Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.

- Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.

Peran Arsitek dalam pelestarian dan pemugaran adalah bagaimana memberikan kontribusi, sesuai bidang, agar lingkungan sekitar tetap terjaga dan dipertahankan sesuai fungsi dan kebutuhan ssat ini dan masa yang akan datang.

Contoh:

Museum Bank Mandiri




Pada tahun 1921 Perkumpulan Dagang Belanda (Nederlandse Handel Maatschappij, N.V.) merencanakan untuk membangun gedung baru yang lebih besar dan modern di Batavia. Perencanaan pembangunan gedung tersebut diserahkan kepada 3 perusahaan arsitek pembuatan gedung yakni : Biro Fermont-Hulswit-Cuijper, C.P Wolff Schoemaker dan Algemeen Ingenieur-en Architecten Bureu yang di pimpin oleh F.J.L Ghijsels (A.I.A).

Rencana pembangunan gedung ini tidak direalisasikan pada tahun tersebut tetapi baru pada tahun 1929 Biro Fermont-Hulswit-Cuijpers diperkenankan untuk membuat rencana pembangunannya. Lokasi gedung ini sangat strategis berada di depan stasiun yang dahulu disebut Station Plan, berhadapan dengan stasiun kereta api dan juga merupakan bangunan baru yang terletak di jalan utama di Batavia (Biinen-NieuwePoortstraat te Batavia). Dahulu gedung ini merupakan milik perusahaan Schliper dan kemudian pada tahun 1913 gedung seluas 10.185 m2 ini terbakar, lalu pada tahun 1928 Perusahaan Dagang Belanda (Nederlandsche Handel Maatschappij) atau dikenal dengan nama de Factorij membeli lokasi tersebut dan membangunnya menjadi kantor pusat NHM (de factorij) di Batavia pada tahun 1929.

Sarana perlengkapan gedung seperti : lift, mesin ventilasi, penerangan dan sarana lainnya dioperasikan dengan pasokan listrik, rancangan sistem dan instalasi diserahkan kepada penasehat teknik instalasi listrik (De Adviseur Der Electrische Installatie) yaitu IR, FR, TH, Kroner. Agar gedung NHM ini dapat berdiri kokoh, dibutuhkan teknisi beton yang merancang struktur gedung dari pembuatan tiang pancang, kerangka gedung atau tiang utama yang menopang setiap lantainya, konstruksi dinding dan lain-lain dan teknisi tersebut adalah K. Bakker dari De Ingenieur Der Gewapend Beton Werken. Dari kesemuanya itu pembangunan gedung NHM ini diserahkan kepada perusahaan kontraktor bernama NEDAM dan gedung ini diresmikan pada tanggal 14 Januari 1933 oleh C.J. Karel van Aalst yang merupakan Presiden NHM ke-10.
KRITERIA KONSERVASI

Kriteria konservasi, terdiri dari:
ESTETIKA (nomina/kata benda/noun) :
(1)Cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya; (2)kepekaan terhadap seni dan keindahan

Menurut J.Catanese(1979), Estetika sangat berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang dan ornamental. Bangunan atau bagian kota mewakili prestasi khusus atau gaya-gaya sejarah tertentu. Kerangka pertimbangan dari penetapan estetis merupakan keputusan sulit, untuk membuktikan suatu bangunan penting yang akan dikonservasi.


KEJAMAKAN


Jamak (adjektiva/kelas katabyang menjelaskan nomina/kata benda atau pronomiona/kata ganti/tunjuk/tanya) : Lazim, tidak aneh, lumrah, wajar; bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak; penggabungan (tentang shalat)

Kejamakan (nomina/kata benda/noun) : hal yang lazim, lumrah, biasa; bukan hal yang istimewa

Menurut J.Catanese(1979), Objek yang akan dilestarikan karena mewakili dari kelas dan jenis khusus, tipikal yang cukup berperan. Tolak ukur kejamakan ditentukan pada bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik.


KELANGKAAN (searcity)

Langka (adjektiva/kelas katabyang menjelaskan nomina/kata benda atau pronomiona/kata ganti/tunjuk/tanya) : Jarang di dapat; Jarang ditemukan; Jarang terjadi

Kelangkaan (nomina/kata benda/noun) : Perihal langka

Menurut J.Catanese(1979), Kelangkaan suatu jenis karya yang mewakili sisa dari warisan peninggalan terakhir dari gaya yang mewakili jamannya, tidak dimiliki daerah lain.


KEISTIMEWAAN

Istimewa (adjektiva/kelas katabyang menjelaskan nomina/kata benda atau pronomiona/kata ganti/tunjuk/tanya) : (1)Khas; Khusus; (2)Lain daripada yang lain;luar biasa; (3)Terutama;lebih-lebih


Keistimewaan (nomina/kata benda/noun) : sifat-sifat istimewa

Menurut J.Catanese(1979), Keluarbiasaan (superlative) adalah salah satu kritria yang digunakan dalam menetapkan objek konservasi yang perlu dilestarikan. Suatu objek konservasi yang memiliki bentuk yang paling menonjol, tinggi dan besar. Keistimewaan memberi tanda atau ciri suatu kawasan.


PERANANAN SEJARAH

Kriteria konservasi ini bermaksud menjelaskan bahwa bangunan atau kawasan yang dikonservasi tersebut tentunya memiliki nilai sejarah yang seharusnya tetap dijaga, dipertahankan, dan dikembangkan sesuai fungsi dan keadaan aslinya, tanpa perubahan besar apalagi sampai menghilangkan nilai historis di dalamnya. Sebaliknya nilai historis dan kultural di dalamnya harus dikeluarkan/ditonjolkan/ditunjukkan sehingga nilai yang terkandung di dalamnya muncul dan menarik untuk menambah penegtahuan sebagai bukti sejarah.

Lingkungan sejarah (historical role) menurut J.Catanese(1979), Lingkungan kota atau bangunan yang memiliki nilai historis, suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.


MEMPERKUAT KAWASAN

Menurut J.Catanese(1979), Kehadiran suatu objek, atau kehadiran suatu karya akan mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.

Contoh:




LOKASI
Jalan : Asia Afrika No. 65 Jl. Braga Bandung
Kelurahan : Braga
Kecamatan : Sumur Bandung
Kota : Bandung
Provinsi : Jawa Barat

KETERANGAN :
Museum ini merupakan museum sejarah politik luar negeri yang berlokasi bagian timur di Gedung Merdeka Bandung, dibangun tahun 1940 oleh Arsitek A.F. Aalbers dan gaya arsitektur Modernism with Art Deco Influences. Sedangkan Gedung Merdeka sendiri dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1895 dan selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 1920 dan 1928 gedung tersebut dibangun kembali sehingga menjadi gedung dalam bentuk sekarang. Pembangunan gedung ini dirancang oleh dua arsitek berkebangsaan Belanda bernama Van Gallen Last dan Cp Wolf Schoemaker, Profesor di Techniche Hogeschool atau ITB sekarang. di gedung inilah konferensi Asia Afrika berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955.
Berdasarkan gagasan dan prakarsa Prof. DR. Mochtar Kusumaatmaja, SH, Menlu RI(1978-1988) maka museum Konferensi Asia Afrika didirikan dengan surat keputusan No.194/07/80/01 dan 0185a/U/1980. Gagasan tersebut muncul menjelang peringatan KAA ke-25 tahun 1980 dan diwujudkan oleh Joop Ave, Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu (1980-1982), bekerjasama dengan Depdikbud, Deppen, Pemda TKI Jawa Barat dan Universitas Pajajaran. Perencanaan dan pelaksanaan teknis dikerjakan oleh PT.Desenta Bandung sesuai dengan nilai aslinya. Baru taggal 24 April 1980 sebagai puncak acara peringatan KAA ke-25 diresmikan Museum KAA oleh Presiden Soeharto.
Adapun tujuan didirikan Museum konferensi Asia Afrika adalah :
1. Menyelamatkan mengumpulkan, memelihara, mengolah dan menyajikan untuk umum peninggalan-peninggalan dan informasi yang berkaitan dengan Konferensi Asia Afrika dan latar belakang serta perkembangan dari konferensi tersebut, dan bertalian dengan sosial budaya dan peranan bangsa-bangsa Asia Afrika khususnya bangsa Indonesia, dalam percaturan politik dan kehidupan manusia.

2. Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan untuk umum buku-buku, majalah, surat kabar, penerbitan lain, dokumen dan lain-lain yang berisi uraian dan informasi mengenai kegiatan dan peranan bangsa Asia Afrika dalam percaturan politik dan kehidupan dunia serta tentang sosial budaya mereka guna menunjang kegiatan-kegiatan pendidikan dan ilmiah dikalangan pemuda Bangsa Indonesia dan bangsa Asia Afrika umumnya.

3. Meunjang usaha-usaha untuk menciptakan saling pengertian dan persamaan pendapat serta meningkatkan volume kerjasama diantara bangsa. Bangsa Asia dan Afrika serta bangsa-bangsa di dunia umumnya.

4. Menunjang usaha-usaha dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan generasi muda dan peningkatan pariwisata

Sumber : "Dokumentasi Bangunan Kolonial Kota Bandung" Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jawa Barat
Bangunan Cagar Budaya

Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A

● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B

● Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C



STUDI CONTOH BANGUNAN

● Bangunan Cagar Budaya Golongan A

1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Contoh Bangunan:

Bioskop Metropole, Jakarta







Pada 1993, Gubernur DKI Jakarta melalui SK No. 475 menyatakan Bioskop Metropole sebagai Bangunan Cagar Budaya Kelas A yang dilindungi dan tak boleh dibongkar.
Bioskop yang terletak di sudut Jalan Pegangsaan dan Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat dan berkapasitas 1.700 penonton ini adalah salah satu bioskop terbesar dan tertua di Jakarta yang masih bertahan hingga sekarang. Pada 1951, gedung dan lahan seluas 11.623m² ini dimiliki oleh PT Bioskop Metropole.
Pada 1960, Presiden Soekarno memerintahkan penggantian semua nama yang berbau asing, karena itu Bioskop Metropool pun berganti nama menjadi Bioskop Megaria.
Pada 1989 gedung bioskop ini disewakan oleh PT Bioskop Metropole kepada jaringan 21 Cineplex, yang mengubah rancangan dalam gedung itu sehingga menjadi 6 bioskop mini dengan kapasitas tempat duduk sektiar 50 kursi setiap ruangannya. Namanya pun sempat berubah menjadi Megaria 21.
Selain sebuah bioskop di kompleks ini juga terdapat sejumlah pertokoan dan restoran. Perusahaan 21 Cineplex juga memiliki XXI Garden Cafe yang terletak di gedung ini. Penyewa lainnya termasuk arena biliar, pangkas rambut, restoran pempek, restoran masakan China, dan restoran ayam bakar Solo. Di belakang gedung ini terdapat pula sebuah bioskop kecil dengan dua ruang pertunjukan, serta sebuah gedung yang disewakan sebagai pasar swalayan.


● Bangunan Cagar Budaya Golongan B

1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
2. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Contoh Bangunan:

Stasiun Tanjung Priok






Stasiun Tanjung Priok adalah salah satu stasiun tua yang terletak di seberang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Memiliki langgam bangunan art deco, stasiun ini termasuk salah satu bangunan tua yang dijadikan cagar budaya DKI Jakarta.
Keberadaan Stasiun Tanjung Priok tidak dapat dipisahkan dengan ramainya Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggan masa Hindia Belanda itu, dan bahkan berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia Belanda.
Bandar pelabuhan yang dibangun pada 1877 di masa Gubernur Jendral Johan Wilhelm van Lansberge yang berkuasa di Hindia-Belanda pada tahun 1875-1881 itu semakin mengukuhkan perannya sebagai salah satu pelabuhan paling ramai di Asia setelah dibukanya Terusan Suez.
Stasiun Tanjung Priok menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Batavia yang berada di selatan. Alasan pembangunan ini karena pada masa lalu wilayah Tanjung Priok sebagian besar adalah hutan dan rawa-rawa yang berbahaya sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang aman pada saat itu (kereta api). Pada akhir abad ke-19, pelabuhan Jakarta yang semula berada di daerah sekitar Pasar Ikan tidak lagi memadai, dan Belanda membangun fasilitas pelabuhan baru di Tanjung Priok.
Stasiun ini dibangun tepatnya pada tahun 1914 pada masa Gubernur Jendral A.F.W. Idenburg (1909-1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan 130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.
Bahkan sejak diselesaikannya stasiun ini, telah timbul protes mengenai "pemborosan" yang dilakukan dalam pembangunan stasiun ini. Dengan 8 peron, stasiun ini amatlah besar, dan nyaris sebesar Stasiun Jakarta Kota yang pada masa itu bernama Batavia Centrum. Sementara, kereta api-kereta api kapal yang menghubungkan kota-kota seperti Bandung dengan kapal-kapal Stoomvaart Maatschappij Nederland dan Koninklijke Rotterdamsche Lloyd langsung menuju ke dermaga pelabuhan dan tidak menggunakan stasiun ini. Stasiun ini terutama hanya digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun 1925.
Menjelang awal abad ke-21, kondisinya sempat tidak terawat. Meskipun demikian, stasiun peninggalan pemerintah Hindia-Belanda ini nampaknya seakan tidak peduli dengan perubahan suasana di sekitarnya. Seakan tidak peduli dengan teriknya hawa dipinggir pantai Tanjung Priok, kerasnya kehidupan pelabuhan dan hilir mudiknya kendaraan besar seperti kontainer bahkan semrawutnya terminal bus di depannya.
Tetapi kita masih dapat membayangkan betapa artistiknya seni perpaduan antara gaya neo klasik dengan gaya kontemporer. Tak aneh jika bangunan ini pernah berjaya, sebagai salah satu stasiun kebanggaan warga Batavia di era akhir abad ke-18.
Semakin masuk ke dalam bangunan stasiun itu, kondisi bangunan yang memprihatinkan itu semakin terkuak. Atap bangunan yang menjadi saksi perkembangan kota Jakarta ini sudah terlepas di sana-sini. Kaca-kaca dan kerangka atap bangunan sudah mulai lekang dimakan usia. Areal peron sebagian sudah tidak terawat bahkan di sisi barat sudah dipenuhi oleh para tunawisma.
Kemunduran fisik stasiun itu bermula ketika ia tidak berfungsi lagi sebagai stasiun penumpang pada awal Januari 2000. Pengebirian fungsi itu membuat pemasukan dana dari tiket peron semakin berkurang. Inilah yang menyebabkan PT Kereta Api (Persero) menyewakan ruangan yang ada di depan bangunan stasiun. Maka bagian depan stasiun pun terisi pemandangan kantor-kantor jasa seperti penjualan tiket kapal laut, pengiriman barang hingga jasa penukaran uang asing sebelum akhirnya PT Kereta Api Indonesia memutuskan membuka kembali stasiun Tanjung Priok sebagai stasiun penumpang pada tahun 2009.
Persiapan dilakukan pada bulan November-Desember 2008 dengan dilaksanakannya renovasi besar-besaran terhadap fisik bangunan stasiun. Selanjutnya, proyek diteruskan dengan rehabilitasi fasilitas track serta pembangunan perangkat sinyal elektrik di awal tahun 2009. Pada tanggal 28 Maret 2009, stasiun Tanjung Priok dapat kembali difungsikan dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


●Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota

Contoh Bangunan:

Gedung Kesenian Jakarta




Gedung Kesenian Jakarta merupakan bangunan tua peninggalan bersejarah pemerintah Belanda yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di Jakarta Pusat. Gedung ini adalah tempat para seniman dari seluruh Nusantara mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama, teater, film, sastra, dan lain sebagainya.[1] Gedung ini adalah sebuah bangunan bergaya neo-renaisance yang dibangun tahun 1821 di Weltevreden adalah gedung kesenian disebut sebagai Theater Schouwburg Weltevreden dikenal juga sebagai Gedung Komedi. [2] Gedung Kesenian Jakarta ini terletak di Jalan Gedung Kesenian No. 1 Jakarta Pusat. [3] Ide munculnya gedung ini berasal dari Gubernur Jenderal Belanda, Daendels. Kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814. [4] Gedung yang bersejarah ini dibentuk dengan gaya empire oleh arsitek Arsitek Para perwira Jeni VOC, Mayor Schultze. [5] Sejarah gedung yang berpenampilan mewah ini pernah digunakan untuk Kongres Pemoeda yang pertama (1926). Dan, di gedung ini pula pada 29 Agustus 1945, Presiden RI pertama Ir. Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian beberapa kali bersidang di gedung ini [6] Kemudian dipakai oleh Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi & Hukum (1951), sekitar tahun 1957-1961 dipakai sebagai Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), tahun 1968 dipakai menjadi bioskop “Diana” dan tahun 1969 Bioskop “City Theater”. Akhirnya pada tahun 1984 dikembalikan fungsinya sebagai Gedung Kesenian (Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 24 tahun 1984). [7] Gedung ini direnovasi pada tahun 1987 dan mulai menggunakan nama resmi Gedung Kesenian Jakarta. Sebelumnya gedung ini dikenal juga sebagai Gedung Kesenian Pasar Baru dan Gedung Komidi. [8] Untuk penerangan digunakan lilin dan minyak tanah dan kemudian pada tahun 1864 digunakan lampu gas. Pada tahun 1882 lampu listrik mulai digunakan untuk penerangan dalam gedung. [9] Sebagai sebuah tempat pertunjukan seni, gedung Kesenian Jakarta memiliki fasilitas yang bagus dan memadai, di antaranya ruang pertunjukan berukuran 24 x 17.5 meter dengan kapasitas penonton sekitar 475 orang, panggung berukuran 10,75 x 14 x 17 meter, peralatan tata cahaya, kamera (CCTV) di setiap ruangan, TV monitor, ruang foyer berukuran 5,80 x 24 meter, serta fasilitas outdoor berupa electric billboard untuk keperluan publikasinya. [10]

Alamat Gedung Kesenian Jakarta
GEDUNG KESENIAN JAKARTA
Jalan Gedung Kesenian 1
Jakarta 10710-Indonesia
Tel : (021)3808283-3441892
Fax : (021)3810924[11]

Kegiatan Utama :
1. Melaksanakan kerja sama dengan negara dan pusat kebudayaan asing
2. Mengadakan kerja sama dengan lembaga, organisasi, dan grup kesenian tradisional
3. Menyelenggarakan festival seni pertunjukan
4. Membuat dokumentasi audio visual [12]

Pencapaian dan Prestasi :
1. Meraih penghargaan Adikarya Wisata tahun 1995
2. Meraih penghargaan Adikarya Wisata tahun 1996
3. Meraih penghargaan Adikarya Wisata tahun 1997
4. Meraih penghargaan Adikaryottama Wisata tahun 2001
BANYUWANGI







Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.
Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan.
Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Luasnya 5.782,50 km^2.[2] Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m), keduanya adalah gunung api aktif.
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.
Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Wongsorejo, Bajulmati, Glenmore dan Kalibaru) dan Suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku Bali dan Suku Bugis. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua Bahasa Jawa. Kesenian asal Banyuwangi adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger dan seblang. Suku Osing Banyak mendiami di Kecamatan Rogojampi, Songgon, Kabat, Glagah, Giri, Kalipuro, Kota serta sebagian kecil di kecamatan lain.
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.
Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sritanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh masyarakat Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang keturunan dari kerajaan Majapahit.
Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.
Kebun Binatang Surabaya




Kebun Binatang Surabaya (KBS) pertama kali didirikan berdasar SK Gubernur Jenderal Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No. 40, dengan nama “Soerabaiasche Planten-en Dierentuin” (Kebun Botani dan Binatang Surabaya) atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki hobi mengumpulkan binatang. Dari segi finansial H.F.K Kommer mendapat bantuan dari beberapa orang yang mempunyai modal cukup.

Susunan Pengurus Pertama Kebun Binatang Surabaya :

Ketua: J.P Mooyman
Sekretaris: A.H. de Wildt
Bendahara: P Egos, dibantu 6 orang anggotanya yaitu :
F.C. Frumau
A. Lenshoek
H.C. Liem
J. Th. Lohmann
Edw. H. Soesman
M.C. Valk
Lokasi KBS yang pertama di Kaliondo, pada tahun 1916, kemudian pada tanggal 28 September 1917 pindah di jalan Groedo. Dan pada tahun 1920 pindah ke daerah Darmo untuk areal kebun binatang yang baru atas jasa OOST-JAVA STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ atau Maskapai Kereta Api yang mengusahakan lokasi seluas 30.500 m2.

Untuk pertama kali pada bulan April 1918, KBS dibuka namun dengan membayar tanda masuk (karcis). Kemudian akibat biaya operasional yang tinggi, maka pada tanggal 21 Juli 1922 kebun botani / KBS mengalami krisis dan akan dibubarkan, tetapi beberapa dari anggotanya tidak setuju. Pada tahun ini pula. Dalam rapat pengurus diputuskan untuk membubarkan KBS, tetapi dicegah oleh pihak Kotamadya Surabaya pada waktu itu.

Pada tanggal 11 Mei 1923, rapat anggota di Simpang Restaurant memutuskan untuk mendirikan Perkumpulan Kebun Binatang yang baru, dan ditunjuk W.A. Hompes untuk menggantikan J.P. Mooyman, salah seorang pendiri KBS dan mengurus segala aktivitas kebun sebagai pimpinan. Bantuan yang besar untuk kelangsungan hidup pada waktu tahun 1927 adalah dari Walikota Dijkerman dan anggota dewan A. van Gennep dapat membujuk DPR Kota Surabaya untuk meraih perhatian terhadap KBS, dengan SK DPR tanggal 3 Juli 1927 dibelilah tanah yang seluas 32.000 m3 sumbangan dari Maskapai Kereta Api (OJS). Tahun 1939 sampai sekarang luas KBS meningkat menjadi 15 hektar dan pada tahun 1940 selesailah pembuatan taman yang luasnya 85.000 m2.

Dalam perkembangannya KBS tlah berubah fungsinya dari tahun ke tahun. Kebun Binatang Surabaya yang dahulu hanya sekedar untuk tempat rekreasi telah dikembangkan fungsinya menjadi sarana perlindungan dan pelestarian, pendidikan, penelitian dan rekreasi. Binatang-binatang yang menjadi koleksi KBS dari tahun ke tahun jumlah dan jenisnya terus bertambah, baik berasal dari luar negeri maupun yang berasal dari dalam negeri.